Penggunaan platform atau media digital sebagai sarana untuk memasarkan dan menjual produk semakin meningkat pesat. Berbagai berita dan ulasan tentang penjualan online yang tingkat pertumbuhannya eksponensial sudah sering kita baca dan dengar.
Tampaknya efek bonus demografi yang menyebabkan populasi generasi milenial atau generasi Y dominan, cukup berperan dalam fenomena ini. Generasi ini dikenal sebagai digital natives dalam sikapnya terhadap perkembangan teknologi, mereka lahir di masa digital sudah berperan yaitu tahun 1981–1995. Di masa itu produk yang menjadi jagoan adalah tablet dan smartphone. Sementara satu generasi sebelumnya, yaitu generasi X yang lahir antara tahun 1961–1980, merasakan produk jagoan personal computer. Generasi X dikenal sebagai generasi digital immigrants, yaitu transisi analog ke digital.
Untuk media komunikasi, generasi Y memilih text messenger dan social media, otomatis saluran berkomunikasi mereka lebih menggunakan online dan mobile. Dengan demikian cukup alasan mengapa jualan online bisa melejit tingkat pertumbuhannya. Dimana dua generasi yang familier dengan digital menjadi the biggest spender di pasar.
Di luar itu ada temuan menarik dari hasil riset bridge.over tahun 2017 yang dilakukan dengan mengambil studi kasus pemilihan akomodasi hotel. Saat mengukur loyalitas, didapatkan bahwa Gen Y adalah konsumen yang tidak loyal dibanding generasi-generasi sebelumnya. Sebanyak 70,2% responden menyatakan Gen Y kurang loyal, angka yang sangat dominan. Faktor yang Gen Y pertimbangkan dalam memilih hotel berturut-turut adalah harga dibanding value; lokasi hotel; rekomendasi teman; review online; brand image; dan terakhir adalah program loyalitas. Ternyata promosi berbentuk loyalty program sangat rendah dampaknya dalam membujuk Gen Y. Riset ini dilakukan terhadap perhotelan, namun cukup relevan untuk digunakan bagi industri lainnya.
Hal penting lain yang perlu diperhatikan oleh pebisnis dalam melakukan penjualan online adalah mengamati proses seorang konsumen dalam membeli online atau digital. Proses membeli didahului munculnya intensi untuk membeli.
Ada tiga faktor awal yang membentuk persepsi nilai (perceived value) seorang konsumen, yaitu kepercayaan (trust); persepsi risiko (perceived risk); dan gabungan pengalaman nyata (valence of experience). Perceived value akan positif jika trust tinggi atau positif, perceived risk rendah atau negatif, ditambah valence of experience positif. Hasil perceived value positif akan menciptakan intensi membeli (buying intention) bagi (calon) konsumen pertama, atau menghasilkan pembelian berulang (repeat buying).
Trust didapat dari berbagai pengalaman sebelumnya maupun pengalaman saat konsumen berhadapan dengan website atau platform penjualan online, serta berbagai informasi yang masuk baik disengaja dicari maupun tidak.
Perceived risk terdiri dari berbagai risiko yang konsumen perkirakan muncul akibat pembelian produk. Bisa risiko waktu yang terbuang, risiko kerugian materi/finansial, risiko keamanan, risiko kesehatan, risiko sosial, risiko psikologis, serta risiko fisik.
Sedangkan valence of experience dalam berbelanja online terdiri dari tiga elemen. Pertama, kenyamanan, yaitu bila konsumen bisa menggunakannya setiap saat, dan bisa menggunakannya tanpa keluar rumah. Kedua, kualitas website (atau platform penjualan online) yaitu memiliki informasi yang lengkap dan mudah dimengerti, responsif terhadap semua pertanyaan dan bisa menyelesaikan masalah konsumen. Ketiga, akses berupa kemudahan dalam mengakses produk, brand, leluasa dalam memilih varian produk yang tersedia.
Demikian faktor-faktor yang perlu diperhatikan oleh pebisnis yang melakukan penjualan online, dari sudut pandang konsumen.
Suherman Widjaja
MM.02.2018/W